MAKASSAR,FILALIN.COM, – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) mencatat pertumbuhan signifikan pada pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending di wilayah Sulawesi Selatan. Outstanding pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 47,99 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), mencapai angka Rp1,90 triliun.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala OJK Sulselbar, Moch. Muchlasin,dalam acara Sulsel Talk bertema “Ekonomi Sulsel di Pusaran Perang Dagang Global 2.0: Menakar Risiko, Menjemput Peluang”, yang digelar di Kantor BI Sulsel, Rabu (14/5/2025).
“Pertumbuhan pembiayaan Fintech P2P Lending ini mencerminkan tingginya minat masyarakat terhadap layanan pinjaman berbasis teknologi,” ungkap Muchlasin di hadapan para peserta diskusi.
Menurutnya, pertumbuhan pesat ini juga didukung oleh tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) yang masih tergolong terkendali, yakni berada pada level 1,79 persen per Februari 2025. Meski begitu, Muchlasin mengingatkan pentingnya kewaspadaan karena terdapat tren kenaikan TWP 90 dalam beberapa bulan terakhir.
“Meski masih dalam batas aman, kita tetap perlu mewaspadai kecenderungan kenaikan TWP 90 sebagai bentuk mitigasi risiko pembiayaan,” tambahnya.
Agenda Sulsel Talk sendiri merupakan forum diskusi strategis yang mempertemukan regulator, pelaku industri, serta pemangku kepentingan dalam membahas isu-isu ekonomi dan keuangan di Sulawesi Selatan. Dengan menghadirkan narasumber Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda, Moch Muchlasin Kepala OJK Sulselbar dan Aviliani Ekonom Senior INDEF.
Sementara dalam paparannya, Rizki menyampaikan bahwa sektor pertanian menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulsel, dengan capaian luar biasa sebesar 16,6 persen. “Produksi padi melonjak hingga 139 persen, dan sektor perikanan juga tumbuh 5,9 persen. Ini terjadi karena cuaca kembali normal setelah El Nino tahun lalu,” jelasnya.
Di sisi lain, beberapa sektor strategis mengalami kontraksi. Sektor konstruksi menurun karena belanja modal pemerintah melemah, ditandai dengan konsumsi semen yang turun 14 persen. Sektor pertambangan juga turun akibat gangguan produksi PT Vale Indonesia, khususnya pada tanur listrik, yang menurunkan produksi nikel sebesar 6 persen.(*)