OJK Sulselbar: Skema Kredit Perikanan dan Pertanian Butuh Ekosistem yang Adapti
MAKASSAR, FILALIN.COM – Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Barat, Mochlasin, menegaskan bahwa skema pembiayaan bagi sektor perikanan dan pertanian harus dirancang secara adaptif sesuai dengan karakteristik daerah. Hal ini disampaikan dalam forum diskusi terkait pengembangan potensi daerah melalui perbankan.
Menurutnya, setiap kabupaten/kota memiliki potensi unggulan masing-masing yang harus dipetakan secara tepat oleh pemerintah daerah. “DPKP di setiap kota-kabupaten itu harus mencari mana yang paling prioritas atau signifikan. Pemkab atau Pemkot yang bisa merumuskan keunggulan itulah yang akan lebih mudah mendorong akses pembiayaan,” jelas Mochlasin saat jadi pembicara di Jurnalis Updatep Jumat (15/8).
Namun, ia menekankan bahwa tantangan terbesar ada pada pola pembayaran sektor pertanian dan perikanan yang tidak selalu periodik seperti pegawai bergaji bulanan. “Kalau nelayan, misalnya, saat musim barat bisa sama sekali tidak melaut. Begitu pula petani yang baru punya penghasilan setelah masa panen. Inilah yang membuat mereka terlihat kurang bankable di mata perbankan,” ujarnya.
Untuk menjembatani hal tersebut, OJK bersama perbankan tengah mendorong skema pembiayaan yang lebih fleksibel, termasuk melalui konsep Yarnet (Day of Harvest) dan model asuransi pertanian parametric. Dengan sistem ini, pembayaran kredit atau klaim asuransi dapat disesuaikan dengan siklus panen maupun indikator tertentu, bukan per individu.
“Kalau gagal panen, solusinya bisa melalui asuransi. Tapi bukan lagi model konvensional satu per satu, melainkan dengan indikator. Jadi kalau indikator tertentu terpenuhi, klaim bisa langsung dibayarkan. Lebih sederhana dan lebih murah,” ungkapnya.
Mochlasin menambahkan, perbankan juga akan semakin kuat jika ekosistem usaha ikut terlibat, termasuk adanya peran off-taker (pembeli hasil panen) yang memastikan kesinambungan usaha petani dan nelayan. “Kalau ada off-taker, otomatis ada kepentingan bisnis untuk menjaga kredit tetap lancar. Itu jauh lebih sustain dibanding perorangan yang dibiarkan sendiri,” tambahnya.
Ia menegaskan, OJK tidak bisa berdiri sendiri dalam mengatasi persoalan pembiayaan di sektor produktif. Input dari perbankan daerah, asosiasi, hingga pemerintah daerah tetap menjadi kunci penyempurnaan kebijakan. “Kami bukan super power yang tahu semua. Kadang masukan justru datang dari bank di daerah yang paling tahu kondisi lapangan. Itu yang harus disempurnakan dalam pengaturan,” tutup Mochlasin