GOWA,FILALIN.COM, — Tangis haru mewarnai ruang Polsek Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (19/8/2025).
Erlangga Bin Hamka, buruh harian lepas yang ditangkap karena mencuri empat tandan pisang milik Rustam Bin Usman, akhirnya bisa kembali ke rumah setelah mendapat restorative justice atau penyelesaian perkara di luar jalur pengadilan.
Kasus ini terjadi pada Minggu, 17 Agustus 2025, sekira pukul 15.30 WITA, di Jalan Poros Tangngalla, Desa Kanjilo, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa.
Erlangga nekat mencuri lantaran terhimpit kebutuhan ekonomi. Dari empat tandan pisang yang diambil, dua tandan sempat dijual seharga Rp150 ribu di wilayah Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Uang hasil penjualannya itu digunakan untuk membayar cicilan mingguan utang koperasi milik salah satu BUMN sebesar Rp100 ribu per minggunya.
Sementara dua tandan lainnya belum sempat terjual ketika polisi menangkapnya.
Di hadapan aparat kepolisian dan korban, Erlangga menangis memohon maaf.
Ia berulang kali memohon maaf dengan bercucuran air mata di hadapan pemilik pisang dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Rustam Bin Usman akhirnya mencabut laporan dan dengan lapang dada memaafkan terlapor.
Proses restorative justice ini tidak dilakukan sembarangan. Kegiatan tersebut disaksikan dan dihadiri oleh Kepala Desa Kanjilo, Kepala Dusun setempat, kedua orang tua Erlangga, korban Rustam Bin Usman, Kapolsek Barombong, Kanit Reskrim Polsek Barombong, Kasi Propam, Kasat Binmas, Kasat Intel, serta perwakilan Pemerintah Kecamatan Barombong.
Kehadiran para tokoh masyarakat dan aparat ini sekaligus menjadi bentuk pengawasan sosial agar Erlangga benar-benar tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
Kapolres Gowa, AKBP Muhammad Aldy Sulaiman, menyampaikan bahwa restorative justice adalah solusi penyelesaian perkara dengan mengedepankan kemanusiaan, tanpa menghilangkan nilai edukasi hukum.
“Alhamdulillah hari ini Polres Gowa bersama Polsek Barombong melaksanakan restorative justice terhadap terduga pelaku pencurian empat tandan pisang,”Ujar Muhammad Aldy Sulaiman. Selasa (19/08/2025).
“Pertimbangannya, ini baru pertama kali dilakukan, motifnya karena kebutuhan ekonomi, dan korban sudah memaafkan dengan jiwa yang besar,” Sambungnya.
Kapolres menegaskan, penyelesaian seperti ini tidak berarti membenarkan pencurian. Namun Restorative justice adalah langkah kemanusiaan yang tetap memberi efek jera sekaligus menjaga harmoni sosial.
Sebagai bentuk kepedulian, Kapolres Gowa juga menyerahkan bantuan berupa uang dan sembako pengganti kerugian kepada korban serta pelaku.
Kasat Reskrim Polres Gowa, AKP Bachtiar menambahkan, restorative justice dapat dilaksanakan karena semua syarat hukum dan sosial terpenuhi.
“Kerugian yang ditaksir sekitar Rp300 ribu sudah dipulihkan. Proses ini juga disaksikan aparat desa, keluarga, dan unsur pemerintah sehingga ada pengawasan sosial. Harapannya pelaku benar-benar sadar dan tidak mengulanginya lagi,” jelasnya.
Ia menegaskan, meski Erlangga sudah dibebaskan, kepolisian tetap akan melakukan monitoring terhadap perilakunya.
Dengan wajah penuh penyesalan, Erlangga Bin Hamka mengaku perbuatannya murni karena desakan ekonomi. Sebagai buruh harian dengan upah pas-pasan, ia kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi, sang istri kini sedang hamil.
“Saya akui salah, saya sangat menyesal. Waktu itu saya hanya pikir utang di koperasi harus dibayar tiap minggu. Uang hasil jual pisang langsung saya pakai untuk cicilan. Saya janji tidak ulangi lagi. Saya mau kerja halal untuk jaga keluarga,” ucapnya dengan suara bergetar.
Kini Erlangga bebas, tetapi tetap berada dalam pengawasan polisi dan masyarakat.
Kisah ini menjadi potret nyata bagaimana tekanan ekonomi bisa menyeret seseorang pada jalan keliru, namun juga menunjukkan bahwa keadilan bisa hadir dengan wajah welas asih ketika aparat dan korban memilih jalan damai melalui restorative justice. (*)