Catatan Mudik 2024 (5) Kolo, Objek Wisata yang Butuh Bersih

BIMA, FILALIN.COM, — Rombongan kami segera ‘cabut’ dari Sori Nehe setelah menikmati santapan siang yang enak dari keluarga Dr.Amryn yang telah menjadi tuan rumah acara jalan-jalan yang berujung dengan istirahat makan siang ini. Tujuan kami berikutnya adalah Kolo, objek wisata yang jaraknya 19,3 km dari Kota Bima atau bisa ditempuh dalam waktu 37 menit. Prof.Musdah memutuskan kami segera berangkat lebih dulu karena akan mampir-mampir berfoto jika ada spot-spot yang menarik perhatian.

Penulis berfoto di tempat wisata kolo

Sebuah pintu gerbang bertuliskan “Selamat Datang di ODTW (Objek Daerah Tujuan Wisata) Kolo” dengan dua pilar berwarna kuning dipadu hiasan aneka warna menandai wilayah wisata Kolo dari arah Kota Bima. Pintu gerbang ini terlihat gagah ditimpali jejeran sejumlah bangunan penginapan di sebelah kanan jalan dan pantai ‘Asa Kota’ Bima di sebelah kiri.

Di objek wisata ini selain dimanjakan oleh fasilitas yang ada, pengunjung pun dapat menyaksikan pergerakan lambat kapal PT Pelni yang zig zag melintas “Asa Kota” (pintu kota) Bima yang sempit. Kolo menjadi salah satu objek wisata yang sangat menarik. Banyak yang memanfaatkannya untuk rekreasi malam hari.

Tribunlombok melaporkan, banyak penginapan yang bisa dijadikan pilihan. Pengunjung dapat melakukan reservasi di Pondok Wisata Kolo yang tersedia di dekat gerbang masuk. Penginapan ini langsung menghadap ke arah pantai dan dikelola Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Bima. Ada 2 jenis pondok, yang disewakan di sini dengan harga yang berbeda sehingga memberikan pilihan pada pengunjung. Mulai dari Rp 250 ribu per malam, hingga Rp 350 ribu per malam untuk pondok yang terbuat dari kayu.

Bentuk pondok yang artistik, mewakili bentuk rumah adat Bima ‘Uma Lengge’ yang bentuknya segitiga dan beratap lancip, makin ke ujung atas makin kecil/tipis. Ada taman yang luas, sehingga Pondok Wisata Kolo ini sangat cocok untuk keluarga atau kelompok kantor yang ingin berlibur bersama. Karena letaknya di kawasan pantai, pengunjung bisa dengan mudah menemukan pedagang dan rumah makan “sea food” di sepanjang pantai.

Menikmati asiknya mandi air laut pun mudah, hanya dengan berjalan kaki dari Pondok Wisata tersebut. Apalagi jika ingin menikmati pergantian tahun. Pondok Wisata Kolo  menjadi tempat yang sangat cocok untuk pesta kembang api. Jarak tempuh dari pusat Kota Bima, pengunjung hanya butuh waktu 37 menit saja. Bisa menggunakan sepeda motor atau mobil, dengan pemandangan hamparan Teluk Bima yang indah.

Kami sempat mengabdikan diri di objek wisata ini. Sayangnya, di sekitar pantai kurang bersih. Banyak sampah berserakan. Masalahnya, objek wisata ini terbilang cukup dekat dengan kota. Sampah-sampah kota, seperti plastik bisa ditemukan di pinggir pantai. Ketika kami berkunjung, tampak ada warga yang peduli lingkungan sedang membersihkan sampah di pantai. Suatu langkah yang patut dipuji.

“Sayang, masih ditemukan sampah di sini,” nyeletuk Prof.Musdah Mulia saat berjalan di pantai usai dijepret di pinggir pantai.

Sampah ini juga paling banyak terbawa oleh banjir melalui sungai yang mengalir melalui Kota Bima. Pada saat banjir bandang melanda Kota Bima pada Desember 2016 kota itu lumpuh selama beberapa jam karena air dari daerah ketinggian (Wawo) di sebelah timur dan utara (Wera) menggenangi kota setinggi perut. Ketika banjir surut di seluruh penjuru kota yang terendam, penuh dengan tumpukan sampah kiriman dari gunung di sebelah timur dan utara Kota Bima. Mualim I KM Tilongkabila Subair kepada saya pada tahun 2019 menjelaskan, air di kawasan pelabuhan saat kapal Pelni tempat dia bekerja berlabuh, yang tampak hanya tiang listrik dan sebagian bangunan pelabuhan terendam.

“Makanya, Pelabuhan Bima ini mengalami pendangkalan,” kata Subair yang kemudian menjadi nakhoda KM Wilis dan terakhir sebagai Kapten KM Jetliner yang melayari Kendari-Baubau dan sekitarnya (per Februari 2024).

Saya sempat mengunjungi Kota Bima tiga atau empat hari setelah banjir bandang berlalu. Di seluruh kota hanya ada tumpukan sampah yang tidak beraturan. Bekas-bekas lumpur tampak di dinding tembok rumah warga. Tampaknya sebagian kecil sampah yang dialirkan melalui sungai yang mengalir di tengah kota itu juga sampai ke Kolo, objek wisata yang sebenarnya sangat memesona dan eksotik, tetapi masih sangat perlu memperoleh perhatian dari segi kebersihannya,

(M.Dahlan Abubakar, bersambung*).