MAKASSAR,FILALIN.COM, — Polemik kepemilikan lahan di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, kembali memanas. Kuasa hukum PT Hadji Kalla, H. Hasman Usman, menegaskan bahwa Grup Lippo melalui anak perusahaannya merupakan pengendali utama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), bukan pemerintah daerah seperti yang diklaim oleh bos Lippo, James Riyadi.
Dalam siaran pers yang diterima redaksi, Hasman menyebut bahwa pernyataan James Riyadi yang menyebut GMTD milik pemerintah daerah adalah bentuk “cuci tangan” dan upaya menggiring opini publik yang menyesatkan.
“Manajemen dan arah pengembangan GMTD sepenuhnya dikendalikan oleh Lippo Group, bukan pemerintah daerah,” tegas Hasman.
Ia menjelaskan, kepemilikan saham Lippo di GMTD dilakukan melalui PT Makassar Permata Sulawesi (MPS), yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, MPS menguasai 32,5% saham GMTD, sedangkan Pemerintah Provinsi Sulsel memiliki 13%, Pemerintah Kota Makassar dan Pemerintah Kabupaten Gowa masing-masing 6,5%, dan sisanya dimiliki oleh yayasan serta publik.
Menurut Hasman, dengan komposisi tersebut, Lippo memenuhi unsur pengendali utama perusahaan sebagaimana diatur dalam POJK 10/2022. Ia juga menyoroti bahwa jajaran direksi dan komisaris GMTD didominasi oleh individu yang berlatar belakang Lippo Group.
Selain itu, berbagai proyek strategis di kawasan Tanjung Bunga—seperti Siloam Hospitals, Sekolah Dian Harapan, dan Global Trade Center (GTC) Makassar—disebut menjadi bukti kuat bahwa pengembangan kawasan tersebut berada dalam ekosistem bisnis Lippo Group.
Hasman juga menyinggung peristiwa eksekusi lahan pada 3 November 2025, yang menurutnya dipimpin langsung oleh perwakilan Lippo, Indra Yuwana, didampingi oleh seorang yang mengaku Staf Khusus KSAD, Mayjen TNI Achmad Adipati Karna Widjaya.
Lebih lanjut, Hasman mengungkapkan bahwa meski pemerintah daerah memiliki saham di GMTD, manfaat ekonomi yang diperoleh sangat minim. Ia mengutip pernyataan mantan Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto pada RUPS 9 Januari 2024, yang menyoroti kecilnya dividen yang diterima pemerintah daerah—bahkan hanya sekitar Rp58 juta untuk tahun 2022, meski nilai investasi sangat besar.
“Sejak kerja sama dengan Lippo tiga dekade lalu, pemerintah daerah dan yayasan tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan investasi,” ujarnya.
Hasman menilai kondisi ini cukup menjadi indikasi awal bagi aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan KPK untuk memeriksa bentuk kerja sama pemerintah dengan Lippo yang dinilai berpotensi merugikan keuangan negara dan kepentingan publik.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa klaim James Riyadi bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian bagi kliennya, PT Hadji Kalla.
“Pernyataan tersebut adalah bentuk penyesatan informasi publik dan penggiringan opini yang tidak sesuai dengan fakta,” tegas Hasman Usman. (*)












