MAKASSAR,FILALIN.COM, — Di tengah cepatnya arus digitalisasi, media penyiaran konvensional seperti radio dan televisi menghadapi tantangan besar. Menyikapi kondisi tersebut, Radio Al Markaz (RAZFM) menggagas sebuah sharing session bertema “Meretas Problematika Penyiaran di Masa Kini” yang digelar di Aula Masjid Al-Markaz Al-Islami, Jumat (4/7/2025).
Kegiatan ini menghadirkan berbagai tokoh penting di bidang penyiaran, termasuk Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hasrul Hasan, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel Irwan Ade Saputra, praktisi media Yosi Karyadi, dan akademisi Fadli Andi Natsif. Hadir pula Sekjen Yayasan Islamic Center Al Markaz (YIC) Arman Arfah dan Ketua Harian YIC Prof Mustari Mustafa.
Dorongan Revisi UU Penyiaran
Hasrul Hasan menyoroti urgensi revisi UU Penyiaran No. 32 yang dinilai tidak lagi relevan dengan perkembangan teknologi saat ini. Menurutnya, regulasi lama hanya membatasi kewenangan pada ruang spektrum frekuensi, padahal saat ini informasi telah menyebar melalui berbagai platform digital.
“Revisi paling utama adalah definisi penyiaran itu sendiri. Kita tidak bisa lagi hanya bicara radio dan televisi. Platform asing dan digital sudah masuk ke ruang publik, dan ini perlu solusi bersama,” ungkap Hasrul.
Ia juga mengungkapkan bahwa KPI telah melakukan studi ke Tiongkok untuk melihat bagaimana negara tersebut mengelola penyiaran dan konsumsi media secara sistemik, sebagai alternatif dari model barat yang selama ini diadopsi Indonesia.
Kewenangan KPI dan KPID Harus Diperkuat
Ketua KPID Sulsel, Irwan Ade Saputra menambahkan bahwa saat ini kondisi penyiaran nasional tidak dalam keadaan baik. Baik dari sisi bisnis, kelembagaan, maupun fungsinya sebagai sarana informasi, edukasi, dan hiburan.
“Revisi undang-undang harus mampu mere-definisi ulang apa itu penyiaran. Tidak hanya terbatas pada frekuensi, tapi juga media baru yang kini digunakan masyarakat luas,” ujar Ade.
Ia juga menegaskan pentingnya memperkuat posisi KPI dan KPID sebagai regulator, karena kewenangan yang dimiliki saat ini sangat terbatas.
Tindakan Cepat dan Alokasi Anggaran
Praktisi media Yosi Karyadi menyarankan agar KPID menjadi motor penggerak dalam menyuarakan isu ini kepada pemerintah daerah dan legislatif.
“Kita butuh ‘letusan’. Kalau tidak ada tindakan cepat, media penyiaran akan mati. Solusinya adalah alokasi anggaran khusus untuk penyiaran, karena ini masalah keberlangsungan,” tegasnya.
Mitigasi dan Pengawasan Konten Digital
Akademisi Fadli Andi Natsif turut menekankan perlunya revisi UU No.32 tahun 2002 untuk tidak hanya menyentuh radio dan televisi, tetapi juga mengatur konten-konten digital yang dinilai merusak.
“Kita butuh mitigasi untuk pengawasan konten di media sosial. Negara harus hadir dengan sistem regulasi dan pengawasan yang kuat,” ujarnya.
RAZFM Siap Konsisten Lakukan Penguatan Penyiaran
Kegiatan sharing session ini menjadi langkah awal untuk menguatkan ekosistem media penyiaran. Radio RAZFM berkomitmen untuk menjadikannya sebagai agenda rutin dalam rangka menyemai kesadaran publik dan pelaku industri akan pentingnya eksistensi penyiaran di era digital. (*)