GOWA,SULSEL,FILALIN.COM, —
Ribuan pasang mata terpukau menyaksikan prosesi adat Malimbur Bunga yang digelar megah dalam pembukaan Beautiful Malino 2025, Rabu malam, 9 Juli 2025. Bertempat di jantung Hutan Pinus Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, tradisi sakral ini kembali menghidupkan nuansa adat dan spiritualitas khas masyarakat dataran tinggi Gowa. Pembukaan Beautiful Malino 2025 berlangsung semarak dengan penampilan berbagai atraksi budaya khas Gowa. Salah satu yang paling memikat perhatian pengunjung adalah tradisi Malimbur Bunga, sebuah prosesi sakral yang telah menjadi ikon pembukaan event tahunan ini.
Tradisi Malimbur Bunga merupakan ritual adat yang menggambarkan penghormatan kepada alam dan para leluhur, serta menjadi simbol harapan akan berkah dan keselamatan sepanjang penyelenggaraan festival. Dalam prosesi ini, para gadis berpakaian adat Makassar berjalan membawa taburan bunga warna-warni, lalu menebarkannya secara perlahan di sepanjang jalur utama acara.
Dengan iringan musik tradisional dan tarian khas Gowa, suasana pun menjadi khidmat dan sakral. Taburan bunga yang menghampar di tanah hutan pinus tak hanya memperindah lokasi, tetapi juga memancarkan nuansa magis yang menyatukan unsur budaya, alam, dan spiritualitas.
Bupati Gowa Husniah Talenrang, yang turut menyaksikan prosesi tersebut, mengatakan bahwa tradisi Malimbur Bunga adalah bagian dari kekayaan budaya yang terus dilestarikan melalui Beautiful Malino.
“Kita ingin agar event ini bukan hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga memperkenalkan identitas budaya Gowa kepada masyarakat luas,” ujar Husniah.
Acara pembukaan ini menjadi penanda dimulainya rangkaian kegiatan Beautiful Malino yang akan berlangsung selama beberapa hari ke depan, dengan beragam pertunjukan seni, pameran UMKM, festival kuliner, dan wisata edukasi yang menyasar semua kalangan, termasuk wisatawan mancanegara.
Asal Usul dan Jejak Tradisi
Tradisi Malimbur Bunga berasal dari adat istiadat masyarakat pegunungan Gowa, khususnya dari komunitas agraris yang tinggal di kawasan Malino dan sekitarnya. Kata “Malimbur” sendiri berasal dari bahasa Makassar yang berarti menyebarkan atau menaburkan, sementara “bunga” merujuk pada simbol keindahan, doa, dan harapan.
Awalnya, tradisi ini dilakukan oleh para perempuan muda di desa-desa sebagai bagian dari ritual syukuran pasca panen atau pembukaan lahan baru. Mereka akan berjalan bersama, membawa bunga-bunga hasil petikan alam — mawar hutan, kenanga, melati, dan kembang sepatu — lalu menaburkannya ke tanah sebagai tanda penghormatan kepada bumi, leluhur, dan penolak bala.
Tradisi ini lambat laun berkembang, dan kini dihidupkan kembali sebagai bagian penting dari perayaan budaya dalam Beautiful Malino.
Prosesi yang Penuh Makna
Dalam pembukaan Beautiful Malino 2025, Malimbur Bunga tampil sebagai prosesi pembuka. Sebanyak 25 gadis remaja berpakaian adat Baju Bodo, lengkap dengan hiasan kepala bunga dan gelang rotan di lengan, berjalan perlahan dari panggung utama menuju jalan pinus. Mereka membawa talam bambu berisi campuran bunga berwarna-warni, yang telah diberi wewangian alami.
Dengan langkah pelan, mereka menaburkan bunga sembari melantunkan doa adat secara lirih. Iringan musik tradisional kolaborasi rebana dan suling bambu menambah kesyahduan suasana. Taburan bunga membentuk jalur yang tidak hanya indah dipandang, tapi juga sarat simbolisme — sebagai jalan berkah dan keselamatan bagi seluruh rangkaian acara.
Simbol Keseimbangan Alam dan Budaya
Makna dari Malimbur Bunga bukan sekadar ritual seremonial. Ia merepresentasikan keseimbangan antara manusia dan alam, serta menjadi sarana menyampaikan rasa syukur atas karunia alam dan keselamatan hidup. Dalam falsafah masyarakat Gowa, menabur bunga berarti mengembalikan sebagian dari keindahan yang telah diberikan alam, sebuah bentuk sedekah spiritual kepada bumi.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gowa,Ratnawati, SS menjelaskan bahwa tradisi ini menjadi wujud dari upaya pelestarian budaya lokal.
“Malimbur Bunga bukan hanya indah secara visual, tapi sarat makna. Ia mengajarkan kita untuk merawat alam, menghormati leluhur, dan menjaga harmoni sosial,” ujarnya.
Tradisi dalam Kemasan Modern
Dalam kemasan Beautiful Malino, tradisi ini dipadukan dengan pencahayaan artistik dan dokumentasi sinematik, tanpa mengurangi keaslian nilai budaya. Setiap tahunnya, prosesi Malimbur Bunga menjadi penanda bahwa Beautiful Malino bukan hanya tentang hiburan, tapi juga tentang melestarikan warisan leluhur di tengah modernisasi.
Masyarakat dan wisatawan yang menyaksikan prosesi tersebut tak sedikit yang mengabadikan momen dengan kamera dan ponsel mereka. Banyak yang terharu, terlebih saat bunga-bunga itu diterbangkan angin malam dan jatuh lembut ke tanah — seakan menjadi simbol doa yang menyatu dengan alam.
Dengan dihidupkannya kembali tradisi Malimbur Bunga, Pemerintah Kabupaten Gowa berharap agar generasi muda semakin mencintai budayanya sendiri dan menyadari bahwa identitas lokal adalah kekuatan utama dalam membangun pariwisata yang berkarakter.
Dengan semangat pelestarian budaya dan pariwisata berkelanjutan, Malimbur Bunga menjadi simbol kuat bagaimana tradisi tetap hidup dan relevan dalam kemasan modern. (*)