JAKARTA,FILALIN.COM,. — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan perkembangan penting sektor Pasar Modal dan Perbankan sepanjang tahun 2025 hingga akhir Juni. Pemaparan ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, serta Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers resmi yang digelar di Jakarta.
Buyback Emiten dan Penegakan Hukum di Pasar Modal
Dalam periode 20 Maret hingga 30 Juni 2025, tercatat sebanyak 43 emiten menyatakan rencana buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan estimasi alokasi dana mencapai Rp22,54 triliun. Dari jumlah tersebut, 35 emiten telah merealisasikan buyback senilai Rp3,38 triliun, atau 14,98 persen dari total rencana.
Di sisi penegakan hukum, OJK menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas pasar. Selama tahun 2025, OJK telah mengenakan sanksi administratif dalam berbagai bentuk kepada para pelaku pasar:
Denda sebesar Rp10,78 miliar kepada 14 pihak terkait pemeriksaan kasus pasar modal,
Pencabutan izin perseorangan terhadap 1 pihak,
Pencabutan izin usaha perusahaan efek terhadap 2 perusahaan,
Peringatan tertulis kepada 8 pihak.
Selain itu, OJK juga menjatuhkan denda senilai Rp17,45 miliar kepada 251 pelaku usaha jasa keuangan di pasar modal atas pelanggaran administratif lainnya serta 73 peringatan tertulis atas keterlambatan laporan. Untuk pelanggaran non-keterlambatan, OJK mengenakan denda Rp100 juta dan 33 peringatan tertulis.
Kinerja Perbankan Tetap Stabil dan Kuat
Menurut Dian Ediana Rae, sektor perbankan tetap menunjukkan stabilitas dan ketahanan yang kuat, baik dari sisi intermediasi, likuiditas, maupun kualitas kredit.
Per Mei 2025, kredit perbankan tumbuh 8,43 persen (YoY) menjadi Rp7.997,63 triliun. Pertumbuhan tertinggi tercatat pada Kredit Investasi sebesar 13,74 persen, disusul Kredit Konsumsi (8,82 persen) dan Kredit Modal Kerja (4,94 persen). Berdasarkan kepemilikan, bank dengan KCBLN mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 11,61 persen.
Kredit untuk korporasi tumbuh signifikan sebesar 11,92 persen, sedangkan kredit UMKM hanya tumbuh 2,17 persen, seiring fokus perbankan pada pemulihan kualitas kredit UMKM.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 4,29 persen YoY menjadi Rp9.072 triliun, dengan pertumbuhan giro dan tabungan yang lebih tinggi dibandingkan deposito.
Likuiditas, Permodalan, dan Kualitas Kredit Tetap Terjaga
Likuiditas perbankan berada dalam kondisi aman, dengan:
Rasio AL/NCD sebesar 110,33 persen,
Rasio AL/DPK sebesar 24,98 persen,
Liquidity Coverage Ratio (LCR) di angka 192,41 persen,
semuanya berada jauh di atas ambang batas ketentuan OJK.
Kualitas kredit tetap solid dengan rasio NPL gross sebesar 2,29 persen dan NPL net sebesar 0,85 persen. Rasio Loan at Risk (LaR) juga stabil di 9,93 persen, serupa dengan kondisi pra-pandemi.
Dari sisi permodalan, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada di tingkat aman sebesar 25,51 persen, mencerminkan kekuatan industri menghadapi ketidakpastian global.
Pertumbuhan Kredit BNPL dan Respons Terhadap Judi Online
Kredit berbasis skema Buy Now Pay Later (BNPL) juga menunjukkan tren meningkat, dengan baki debet mencapai Rp21,89 triliun atau tumbuh 25,41 persen YoY, melibatkan 24,79 juta rekening.
Dalam upaya memberantas praktik perjudian daring, OJK telah menindaklanjuti laporan Kementerian Komunikasi dan Digital dengan meminta bank melakukan:
Pemblokiran ±17.026 rekening,
Verifikasi identitas terhadap rekening-rekening terindikasi,
Penerapan prosedur Enhanced Due Diligence (EDD).
“OJK mendukung penuh upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat dari dampak ekonomi negatif judi online serta menjaga integritas sistem keuangan,” ujar Dian Ediana Rae.(*)