MAKASSAR,FILALIN.COM, — Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Contohnya seperti siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh.
Setiap pekerja, baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan di tempat kerja, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual.
Sebagian besar kasus menunjukkan bahwa pihak yang paling rentan dan sering menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual adalah perempuan dan anak perempuan (International Rescue Committee, 2007). Bahkan tempat yang disebut “rumah”, belum tentu mampu menjamin rasa aman, nyaman, dan tentram bagi kehidupan perempuan. Tidak jarang ditemui kasus perempuan atau anak perempuan yang diperkosa atau dilecehkan oleh keluarganya sendiri. Selain di rumah, tak jarang pula perempuan menerima kekerasan dari tempat di mana ia bekerja atau mencari nafkah.
Dalam laporan survei yang dikemukakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), terdapat seminar tahunan mengenai kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja yang menyatakan hasil survei kasus kekerasan dan pelecehan perempuan di tempat kerja. Dalam seminar yang diikuti oleh 1.173 responden tersebut, dinyatakan bahwa 70,93% dari mereka pernah menjadi korban salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa kejadian kekerasan dan pelecehan yang mereka terima tidak hanya terjadi di kantor atau tempat kerja, namun juga terjadi secara online (39,06%).
Temuan Kasus
Bulukumba (2023), Kasus pelecehan seksual yang dialami MA (18), Seorang karyawati yang bekerja di salah satu rumah makan minang diduga dilecehkan oleh bosnya sendiri, dan ini merupakan satu dari sekian banyak kasus pelecehan seksual di tempat kerja.
Karyawan berinisial MA (18) mengaku dilecehkan oleh bosnya sendiri, yang berani mencium dan meremas payudaranya setelah dia melayani pelanggan di rumah makan tersebut.
Untungnya, rekan kerjanya yang merupakan seorang pria menyaksikan insiden tersebut dan segera menolong MA dengan memukul bosnya, yang kemudian memicu perkelahian. Bos tersebut membalas dengan memukul karyawan pria itu dan mengusirnya dari tempat kerja.
Karyawan pria tersebut kemudian mengajak MA untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib yaitu Mapolres Bulukumba karena melihat MA dalam keadaan syok. Menurut pengakuan MA, bosnya telah berulang kali mencoba melecehkannya. Namun, MA tetap bekerja di sana karena baru satu bulan bekerja dan kesulitan mendapatkan pekerjaan lain.
Sampai saat ini, menurut keluarga MA, pelaku belum ditangkap, dan mereka berencana untuk menutup warung makan tersebut jika polisi tidak segera menindaklanjuti dan memproses laporan korban. Namun, terduga pelaku telah mengakui perbuatannya dan siap bertanggung jawab terhadap MA (18).
Sementara itu, Pihak dari Hubungan masyarakat (Humas) Kepolisian Resor (Polres) Bulukumba Membenarkan bahwa laporan korban telah diterima. “Iyya benar, kemarin laporannya sudah kami terima,” ungkapnya saat di konfirmasi Via Telefon WhatsApp. Dia juga menambahkan, setelah diterima laporan dari pihak korban ini, pihak Kepolisian segera melakukan tindak lanjut berupa penyelidikan sesuai prosedur yang ada. “InsyaAllah segera ditindaklanjuti, sesuai dengan prosedur yang ada, yakni proses penyelidikan terlebih dahulu,” katanya. (*)
Upaya Penanganan
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan ketika mengalami atau mengetahui kekerasan/pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja:
Pertama, Melaporkan Kepihak Berwajib: Ketika mengalami pelecehan seksual, korban dapat melaporkan ke pihak berwajib seperti polisi berdasarkan KUHP dan UU TPKS, apabila korban takut melaporkan sendiri ke polisi, dapat juga dilaporkan oleh atau orang yang mengetahui, melihat dan/atau menyaksikan kejadian tersebut, hal tersebut untuk mengutamakan keselamatan dan keamanan diri.
Kedua, Memastikan Keamanan dan Keselamatan: Ketika mengalami kekerasan seksual, hal selanjutnya adalah mengutamakan keselamatan dan keamanan diri. Usahakan untuk mengumpulkan bukti-bukti kekerasan seksual yang terjadi. Bukti bisa berupa kronologi kejadian, pakaian, foto, video, rekamanan percakapan, dan daftar saksi-saksi yang melihat atau mengetahui tindak kekerasan. Bukti-bukti tersebut sangat membantu proses penanganan kasus nantinya.
Ketiga, Mencari Pendampingan/lembaga bantuan: Penting untuk mencari bantuan kepada lembaga yang dapat memberikan bantuan dan dapat mencari solusi atas kekerasan yang terjadi. Di Indonesia, terdapat beberapa lembaga yang dapat dimintai bantuan jika mengalami/mengetahui kekerasan seksual. Beberapa lembaga yang dapat dimintai pertolongan:
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A),
Komnas Perempuan,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH),
SAFENet (untuk kekerasan berbasis gender online),
Layanan SAPA 129 yang dapat diakses melalui hotline 021-129
Selain Itu, Pelecehan seksual di tempat kerja terutama oleh atasan, adalah refleksi dari ketimpangan kekuasaan dan patriarki yang masih kuat dalam masyarakat kita khususnya di tempat kerja. Ini adalah bentuk penindasan yang berbahaya. Pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh bos selaku atasan kepada bawahan, sehingga perbuatan ini termasuk pelecehan seksual yang berbentuk penyalahgunaan kedudukan dan wewenang dengan memanfaatkan ketidaksetaraan untuk melakukan perbuatan cabul tersebut yang dapat menyebabkan trauma yang mendalam bagi korban. Dampak psikologisnya bisa sangat luas, termasuk gangguan kecemasan, depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD). Selain itu, korban mungkin merasa malu, bersalah, dan takut untuk melaporkan kejadian tersebut.
Penulis : Paisal
(Mahasiswa Ilmu Ekonomi 2021 – UIN Alauddin Makassar)