Makassar, Filalin.com — Di tengah geliat kota Makassar yang tak pernah tidur, muncul sosok pria sederhana berbaju koko, bersorban, dan bersongkok haji. Ia kerap terlihat di warung kopi dan tempat-tempat keramaian, melantunkan pesan dakwah singkat sambil tersenyum ramah. Namanya Jamal, namun publik lebih mengenalnya dengan sebutan “Ustads Qiris”—julukan yang muncul dari cara uniknya berdakwah sambil membawa kalung barcode QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di lehernya.
Jamal bukanlah ustaz dalam pengertian formal. Ia mantan pengamen jalanan yang dulunya kerap bernyanyi rap-reggae terbata-bata sambil menenteng kaleng untuk mengumpulkan recehan. Kini, ia tampil beda. Dari pengamen jalanan, ia bertransformasi menjadi penyampai pesan keagamaan dengan cara yang lebih modern dan relevan, memadukan dakwah, kreativitas, dan teknologi digital.
Pekan ini,Sabtu (21/6/2025) Jamal terlihat hadir di Warung Kopi Sami di kawasan Boulevard Panakkukang, Makassar. Di hadapan para pengunjung, ia menyampaikan nasihat singkat diselingi kutipan ayat Al-Qur’an yang dibacakannya lengkap dengan terjemahan bahasa Indonesia. Setelah itu, ia mengangkat kalung barcode QRIS-nya, mengarahkan kepada pengunjung yang ingin berdonasi.
Dr. H. Dahlan Abu Bakar, wartawan senior dan mantan Humas Universitas Hasanuddin (Unhas), yang saat itu sedang menikmati kopi bersama rekan-rekannya, merespons dengan mengarahkan kamera ponselnya ke barcode Jamal dan mentransfer Rp200.000. Sontak wajah Jamal tampak berbinar, disambut gelak tawa ringan di antara pengunjung.
“Transfer memang bagus, besar didapat daripada dikasi langsung ta’ seribu atau dua ribu ji rupiah,” selorohnya sambil tersenyum.
Fenomena “Ustads Qiris” seperti Jamal mencerminkan perubahan gaya hidup urban yang unik, di mana pesan moral, aktivitas ekonomi kecil, dan teknologi digital berbaur dalam satu narasi yang membumi dan menginspirasi. Jamal telah memanfaatkan sistem pembayaran digital berbasis QR code sebagai alat dakwah sekaligus alat ekonomi yang memperbaiki taraf hidupnya.
Lebih dari sekadar kisah pribadi, Jamal adalah representasi dari tren yang kini semakin meluas di Sulawesi Selatan. Penggunaan QRIS kini tak hanya terbatas di pusat perbelanjaan besar seperti mal atau minimarket. Warung kopi, pedagang kaki lima, penjual bakso gerobak, bahkan lapak di pasar-pasar tradisional pun kini telah banyak yang beralih menggunakan QRIS sebagai alat transaksi.
Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Selatan mencatat peningkatan signifikan dalam penggunaan QRIS selama beberapa tahun terakhir. Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel, Ricky Satria, menyebutkan bahwa volume transaksi QRIS di wilayah Sulsel mencapai angka fantastis sepanjang tahun 2024.
“Volume transaksi QRIS mencapai 78 juta transaksi atau tumbuh 171 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara dari sisi nominal, transaksi QRIS mencapai Rp10,3 triliun, tumbuh sebesar 174 persen yoy,” jelas Ricky dalam sebuah acara bareng media belum lama ini.
Tak hanya dari sisi transaksi, jumlah pengguna aktif QRIS juga menunjukkan peningkatan pesat. Pada Triwulan IV 2024, jumlah pengguna QRIS di Sulsel tercatat mencapai 1,225 juta orang, tumbuh 14,62 persen yoy. Sedangkan pengguna baru yang tercatat dalam periode tersebut mencapai lebih dari 35.000 orang.
Ricky juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan jumlah merchant (penyedia barang/jasa) yang menerima pembayaran dengan QRIS masih tergolong tinggi meskipun mulai menunjukkan tanda perlambatan. Hingga akhir Desember 2024, jumlah merchant pengguna QRIS di Sulsel mencapai 1,098 juta, meningkat 18 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Yang menarik, sebagian besar pengguna QRIS di sektor usaha berasal dari kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dengan pangsa sebesar 73,48 persen.
“Ini artinya, digitalisasi pembayaran semakin merata, bahkan hingga ke level usaha mikro,” ungkap Ricky.
Fenomena ini bukan hanya sekadar perubahan alat bayar, tapi juga mencerminkan perubahan pola pikir masyarakat dalam menyikapi teknologi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bagi sebagian orang, QRIS hanyalah alat transaksi. Namun bagi sosok seperti Jamal, QRIS adalah pintu menuju hidup yang lebih baik—lebih terhormat, lebih modern, dan tetap berlandaskan nilai-nilai agama.
Dari jalanan Makassar hingga meja warung kopi, dari suara dakwah hingga suara notifikasi pembayaran digital, kisah “Ustads Qiris” menjadi contoh nyata bahwa transformasi bisa datang dari mana saja, termasuk dari suara seorang pengamen yang kini telah menemukan cara baru untuk menginspirasi orang lain. (*)