TAKALAR,FILALIN.COM, –Polemik pengangkatan aparat desa di Desa Moncongkomba, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, semakin panas. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Suara Panrita Keadilan Takalar mendesak pemerintah desa segera mengevaluasi seluruh perangkat yang diangkat tanpa mengikuti prosedur resmi sesuai peraturan perundang-undangan.
Suhardi, Pengurus sekaligus Penanggung Jawab Klinik Hukum LBH Suara Panrita Keadilan Takalar Desa Moncongkomba, mengungkapkan bahwa temuan di lapangan memperlihatkan adanya pengangkatan kepala dusun dan aparat desa lain secara sepihak yang menimbulkan konflik di masyarakat.
“Kami menemukan langsung ada dusun di Moncongkomba yang aparatnya diangkat tanpa prosedur. Ini jelas melanggar aturan dan memicu kegaduhan. Pemerintah desa jangan main-main dengan regulasi, karena konsekuensinya bisa masuk ranah hukum,” tegas Suhardi
Dasar Hukum yang Dilanggar
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa – Pasal 26 ayat (4) huruf c menegaskan bahwa kepala desa wajib “mengangkat dan memberhentikan perangkat desa sesuai peraturan perundang-undangan.”
2. Pasal 50 UU Desa – menyatakan bahwa perangkat desa diangkat kepala desa dengan memperhatikan syarat, mekanisme, dan rekomendasi camat.
3. Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 (perubahan Permendagri 83/2015) – mengatur teknis pengangkatan/pemberhentian perangkat desa secara transparan, selektif, dan akuntabel.
keputusan pengangkatan yang cacat hukum bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dan SK aparat desa dapat dinyatakan batal demi hukum.
kepala desa bisa dikenai teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga rekomendasi pemberhentian dari bupati/walikota.
warga yang dirugikan dapat menuntut pemulihan hak atau kompensasi akibat keputusan yang tidak sah.
Jika ada indikasi jual beli jabatan, pungutan liar, atau manipulasi dokumen, kepala desa bisa dijerat UU Tipikor dan KUHP.
Praktik maladministrasi dapat diperiksa secara resmi dan dipublikasikan ke publik, mempermalukan pemerintah desa.
“Kalau kepala desa terus abai, kami dari LBH akan menempuh jalur hukum: menggugat ke PTUN, melapor ke Inspektorat dan Ombudsman, hingga menyeret ke ranah pidana bila ditemukan indikasi korupsi. Warga jangan takut melapor, karena kepala desa bukan raja yang kebal hukum,” tegas Suhardi.
LBH Suara Panrita Keadilan juga membuka posko pengaduan masyarakat dan berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas.
Kasus pengangkatan aparat desa di Moncongkomba dipastikan akan menjadi sorotan publik. Jika pemerintah desa tidak segera melakukan evaluasi dan membatalkan pengangkatan yang cacat hukum, bukan hanya konflik sosial yang akan membesar, tetapi kepala desa juga berpotensi menghadapi konsekuensi hukum berat.
“Moncongkomba jangan sampai tercatat sebagai contoh buruk tata kelola desa di Takalar. Kami berdiri di garda terdepan membela masyarakat,” pungkas Suhardi. (*)