BIMA, FILALIN.COM, — Usai memberikan sambutan pada pernikahan Ady Setiawan-Annisa Cantika, 14 April 2024 petang, dari Desa Kanca saya dan istri langsung melunncur ke Kota Bima, 57 km. Prof.Dr.Musdah Mulia, M.A. pada tanggal 15 April mengagendakan acara jalan-jalan ke bagian utara Kabupaten Bima dan meminta saya bermalam di kediamannya untuk memudahkan agenda acara jalan-jalan. Diantar ipar, Syamsuddin H.Sirajuddin, malam hari kami sudah merapat di Kota Bima dan menginap di Santi, rumah Prof.Dr.Ahmad Thib Raya-Prof.Dr.Musdah Mulia, M.A yang sengaja dibeli sebagai tempat menginap jika pulang berlibur ke Bima dan diresmikan tahun 2023.
Pukul 09.00, tanggal 15 April, mobil Innova hitam berbahan bakar solar yang dikemudikan Boman, meluncur menuju utara kota Bima. Kebetulan pada hari itu, pasangan Ms’udatul Fitriyah, S.Kep, Ns, MKM- Dr.Amryn, M.H, yang tiga hari sebelumnya menjalani resepsi pernikahan di lapangan bola Desa Kanca akan melakukan ritual pasangan mempelai perempuan akan menginap ke kediaman mempelai pria, yang di dalam masyarakat Bugis-Makassar dikenal dengan istilah “mapparola”. Pasangan pengantin ini pagi hari meninggalkan Desa Kanca menuju Desa Rite Kecamatan Ambalawi yang jaraknya sekitar 65 km. Kota Bma dengan Desa Rite berjarak 8,8 km.
Perjalanan dari Kota Bima ke Rite menawarkan pemandangan yang memesona. Jalan aspal mulus mendaki, menyusur lereng gunung yang tengah menguning oleh tanaman jagung yang siap dipanen. Sepanjang mata memandang yang tampak hamparan tanaman jagung. Bahkan tanaman jagung tumbuh sampai ke dekat aspel. Tidak ada lahan kosong. Di tengah perjalanan, Prof. Musdah sempat mampir membeli labu dan jagung rebus. Saya membeli satu sisir pisang untuk dicicipi selama perjalanan.
Di bagian yang agak tinggi dengan jalan yang berliku, kami mampir bergambar bersama. Boman yang bertindak sebagai driver kami, bertindak sebagai fotografer, menggunakan gawai (gadget) Prof.Musdah dan juga saya secara bergantian. Sungguh perjalanan wisata yang sangat berkesan karena menyempatkan diri mengabdikan pemandangan alam bagian utara Kabupaten Bima yang sudah dua kali saya lewati dan tidak pernah mengabadikannya..
Tiba di Desa Rite, seorang lelaki berdiri di pinggir jalan. Agaknya, dia sudah memperoleh informasi kalau ada mobil rombongan “mapparola” yang berangkat lebih dulu dari Kota Bima. Prof.Musdah, Hj Hana Abubakar istri saya, dan sepupu Ros (Rosdiana Mansyur) mampir sejenak. Saya memilih bergabung dengan beberapa orang tua pada jejeran kursi pastik di halaman rumah, sementara rombongan perempuan dijamu di bagian atas rumah. Namun kami hanya beberapa menit mampir di kediaman orang tua Dr.Amryn, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Sori Nehe dan menunggu rombongan lain di lokasi tempat santap siang bareng di objek wisata bakal berlangsung.
Pesona Oi Fanda
“Oi Fanda” berarti air pandan. Nama ini boleh jadi diberikan karena ada air yang keluar dari pumpunan pohon pandan. Untuk mencapai objek ini bisa dijangkau melalui dua rute. Rute pertama, dari Kota Bima menuju Jatiwangi, melintasi Desa Rite dan belok kiri pada pertigaan yang menuju lurus ke arah Wera. Jarak Desa Rite dengan Oi Fanda 6,3 km. Jadi dari kota Bima jaraknya 15,1 km. Dari Desa Rite ke Oi Fanda, kondisi jalan sudah beraspal, meskipun ada juga di sana-sini yang berlubang, terutama pada bagian jalan yang masuk wilayah Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima. Jarak ini jauh lebih pendek dibandingkan rute kedua via Kelurahan Kolo.
Rute kedua, dari Kota Bima via Objek Wisata Kolo. Jalur ini agak jauh dibandingkan jalur pertama. Jarak Kota Bima-Oi Fanda 25,6 km atau dapat dijangkau dalam waktu 47 menit. Jarak Kota Bima-Kelurahan Kolo 19,3 km dapat dijangkau dalam waktu 37 menit. Sementara jarak Kolo dengan Oi Fanda 6,3 km. Lantaran Oi Fanda masih masuk wilayah Kota Bima, jalan pun mulus. Hanya kondisinya mendaki dan menurun serta penuh kelokan.
Sebelum pantai Oi Fanda, kami terlebih dulu masuk ke objek wisata yang penuh dengan batu cadas. Boman membayar Rp 10.000 sebagai tiket masuk tanpa karcis. Sepeda motor dikenakan tarif masuk Rp 5.000. Di objek ini ada perumahan dan juga gazebo. Banyak spot foto di tempat ini. Ada batu cadas yang ‘menggantung” di atas pantai dan menjorok ke laut, menjadi pilihan Prof.Musdah, Ros (diana), dan saya bersama istri berfoto bareng. Hanya perlu sedikit hati-hati. Selain batu cadas agak runcing, juga batu cadas yang jadi objek spot foto ini tidak terlalu lebar. Kami bergantian mengabdikan diri dengan gawai dengan fotografer Boman. Prof.Musdah sendiri betul-betul menikmati pesona pantai ini terus memburu spot foto yang menarik.
Objek ini ditumbuhi banyak pohon bidara yang ketika kami berkunjung sedang berbuah. Ada satu dua biji yang sudah matang. Ros sempat memetiknya. Pemandangan dari objek batu cadas yang di sana-sini ditumbuhi rumput halus yang bunganya menjadi sari makanan lebah madu ini, cukup membentang jauh ke laut lepas. Kami sempat mengabdikan diri dengan latar belakang Gunung Soromandi yang terletak di bagian barat pintu masuk (asa kota) Bima.
Kami kemudian berpindah ke Pantai Oi Fanda yang tidak jauh dari lokasi pertama. Mobil masuk gratis. Banyak penjual di sini. Juga ada gazebo yang bisa jadi pilihan tempat beristirahat. Pantainya juga landai dengan pasir putih. Hanya saja yang sedikit mengganggu, banyak tumpukan sampah berserakan.
Oi Fanda ini disebut-sebut masuk dalam wilayah Desa Bura (bura = putih) Kecamatan Ambalawi. Padahal, sebelum masuk ke objek wisata ini satu kilometer sebelumnya kami melewati pintu gerbang batas Kota Bima-Kecamatan Ambalawi. Memasuki objek ini pengunjung bisa melepas lelah di bawah rimbunan pohon kelapa atau dduduk di pinggir pantai. Mereka juga dapat menyelam menikmati keindahan pemandangan bawah laut.
“Di sana, terdapat sangat banyak spot snorkeling dan diving yang menjadi salah satu daya tarik Pantai Oi Fanda,” tulis IDN Times 2 Januari 2023.
Camping dan menyelam menjadi aktivitas yang sangat direkomendasikan saat berkunjung ke Pantai Oi Fanda. Keindahan alam di bawah laut akan membuat wisatawan ingin berlama-lama untuk menyelam. Hanya saja, pantainya banyak ditumpuki sampah, suatu pemandangan yang sedikit kontras dengan pesona pantai pasir putihnya yang membentang.,
Menurut laporan IDN Time, di spot itu banyak ikan-ikan kecil dan biota laut lainnya. Di sekitar kawasan pantai itu, kebersihan dan keasriannya masih sangat terjaga. Pengunjung disarankan agar membawa perlengkapan sendiri dari rumah. Karena di Pantai Oi Fanda, tidak tersedia jasa penyewaan yang menyiapkan fasiltas untuk menyelam.
“Gak ada. Kita bawa sendiri peralatan nyelam dari rumah masing-masing,” kata Rusdin, warga yang pernah berkunjung ke Pantai Oi Fanda pada IDN Times, Jumat (2/6/2023).
Selain miliki spot snorkeling, Pantai Oi Fanda juga menyimpan pesona yang tak kalah eksotik. Memiliki garis pantai yang berkelok, dipadu dengan hamparan pasir putih yang halus dan lembut. Pengunjung pun bisa melepas pandang ke laut lepas sejauh mata memandang. Meski berhadapan dengan laut lepas, ombak di Pantai Oi Fanda tidak terlalu kencang.
Tidak hanya itu, dari jarak jauh pengunjung juga bisa menyaksikan aktivitas nelayan yang sedang menangkap ikan. Kemudian sesekali kapal Kargo dan Pelni yang melintas keluar masuk teluk, jadi bahan tontonan yang menyenangkan dan langka. Ketika kapal Pelni melintas untuk melintasi di mulut kota (Asa Kota) Bima, terlihat gagah dan kontras dengan latar belakang alam yang dipagari gunung Soromandi dan lembah di bawahnya.
“Misalnya mau bakar ikan segar, kita bisa membeli langsung ke nelayan. Mereka tinggal dipanggil, pasti akan menepi ke pantai,” katanya.
Kemudian soal jalur transportasi, wisatawan tidak perlu khawatir. Medan jalan menuju Pantai Oi Fanda bisa dilalui semua jenis kendaraan, tapi sangat direkomendasikan pakai kendaraan roda dua. Mudah dan segera mencapai objek wisata ini. Jalan kini sudah mulus. (M.Dahlan Abubakar, Bersambung*).