FILALIN, MAKASSAR – Ketidakpastian ekonomi global yang terjadi ditengah dinamika geopolitik dunia menimbulkan risiko terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah.
Dominasi dolar Amerika (USD) sebagai mata uang utama internasional dan masih rendahnya penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional menimbulkan risiko global shock yang dapat mengancam stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi serta meningkatkan kerentanan eksternal suatu negara.
Dalam menghadapi berbagai dinamika dan tantangan global, Bank Indonesia terus melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah, memperkuat resiliensi pasar keuangan dometik, serta meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi dengan negara mitra.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Fadjar Majardi mengatakan Salah satu inovasi tersebut adalah kebijakan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan internasional atau sering disebut local currency settlement (LCS).
“LCS merupakan penyelesaian transaksi yang dilakukan secara bilateral oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra dengan menggunakan mata uang masing-masing negara melalui bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD),” ujarnya, Kamis, (8/12/2022).
Sejak tahun 2018, Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah terus mendorong penggunaan LCS. Saat ini, implementasi LCS telah menjangkau empat negara, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan Tiongkok. Pada tanggal 4 November 2022 baru saja dilakukan penandatanganan MoU dengan Singapura.
Pengguna LCS di Indonesia saat ini tercatat berjumlah 1.674, meningkat signifikan dibandingkan tahun pertama implementasi yang hanya berjumlah 101. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, pada Januari hingga Oktober 2022, transaksi LCS secara nasional telah mencapai USD3,46 miliar.
Namun demikian, pangsa transaksi LCS terhadap total perdagangan Indonesia dengan negara mitra LCS masih relatif rendah. Hal ini membuat potensi pengembangan LCS secara nasional masih sangat besar.
Sebagai salah satu upaya meningkatkan penggunaan LCS dalam transaksi perdagangan internasional dengan negara mitra, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan South Sulawesi Economic Forum pada 8 November 2022 di Kota Makassar.
Kegiatan sosialisasi dan edukasi publik ini merupakan hasil kolaborasi Bank Indonesia dengan Pemerintah, Asosiasi Bank ACCD, Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC), dan instansi terkait lainnya. Para peserta kegiatan adalah perwakilan pelaku usaha dan perbankan yang ada di Sulawesi Selatan.
Bagi para pelaku usaha, penggunaan LCS memberikan banyak insentif. Antara lain bermanfaat sebagai natural hedge agar terlindung dari eksposur gejolak nilai tukar, terutama USD.
LCS juga menguntungkan karena biaya transaksi yang lebih murah dan efisien, proses pengiriman dana yang lebih cepat, dan adanya relaksasi threshold transaksi valuta asing.
Para pelaku usaha juga bisa membuka rekening Rupiah di negara mitra dan mendapatkan pembiayaan untuk perdagangan dan investasi melalui bank ACCD. Selain untuk pelaku usaha, berbagai keuntungan tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh nasabah perorangan.
Bank Indonesia berharap pemahaman dan awareness terkait LCS yang dimiliki para pelaku usaha dan perbankan di Sulawesi Selatan bisa semakin meningkat sehingga dapat memperluas pemanfaatan LCS di daerah dan nasional.
Pengurangan ketergantungan terhadap penggunaan mata uang utama internasional dan penciptaan diversifikasi penggunaan mata uang lokal mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi nasional.