News  

Oknum Penyidik Polda Sulsel Dilaporkan Ke Propam Terkait Korban Investasi Bodong

Filalin, Makassar – Frengky Harlindong sebagai korban investasi bodong Algopacks yang didampingi kuasa hukumnya, Tri Ariadi Rahmat mendatangi Mapolda Sulsel, pada hari Kamis (15/12/22).

Para Korban Investasi Bodong ini datang untuk mempertanyakan laporan yang hingga saat ini belum ada kejelasan. Padahal, kasus yang merugikanya hingga Rp200 juta ini telah dilaporkan sejak 7 Desember 2021 lalu.

Tapi hingga saat ini laporan Polisi No. STTLP/B/432/XII/2021/SPKT/POLDA SULSEL, belum ada kejelasan dari penyidik terkait kasusnya tersebut.

Oleh karena itu, mereka datang untuk menanyakan kembali. Sudah sejauh mana kasusnya ditangani.

“Alasan penyidik berkas masih di polisi. Sampai di kejaksaan belum disidangkan. Kami tidak mengerti apa alasannya,” kata Frenky, Sabtu (18/12/22).

Tak hanya itu, yang membuat dirinya meradang, barang bukti dari pelaku tidak disita. Bahkan pelaku pun tidak ditahan dan masih bebas berkeliaran. Padahal, statusnya sudah tersangka.

“Itulah yang kami laporkan ke Propam, supaya bagaimana kasus ini bisa berjalan dengan baik dan benar. Kami minta agar ditindak lanjuti,” keluhnya.

Dia mengaku laporannya itu sudah 1 tahun lebih. Berkas belum bisa di P-21. Sehingga Frengky mempertanyakan kapan bisa disidangkan kasus itu. “Pelaku masih berkeliaran. Malah masih membuat juga aplikasi-aplikasi penipuan yang lain lagi,” ujarnya.

Frengky menceritakan kasus investasi bodong ini bermula Algopacks. Siapa yang berinvestasi di situ, bisa mendapatkan penghasilan 300 persen, dalam waktu 3 tahun.

“Tapi 300 persen ini diberikan perhari, sehingga setiap investor itu bisa menjadikan investasinya sebagai penghasilan rutin dan sebulan itu dicarikan,” bebernya.

Namun, lanjutnya, baru berjalan 2 sampai 4 bulan aplikasinya sudah macet. Pertama dengan alasan maintenance. Tapi, pada akhirnya kelihatannya maintenance ini punya maksud tertentu.

Kemudian terlapor suruh alihkan ke aplikasi lain yang baru. Dengan catatan harus deposit lagi sejumlah uang baru akunnya bisa aktif. Kemudian aset yang ada di aplikasi yang lama itu disuruh pindahkan.

“Nah, sebagian member melakukan dan mengikuti arahannya. Tapi, sebenarnya tanpa kita sadari bahwa kontrak yang ada di aplikasi pertama itu, sudah sama sekali diabaikan, ” tukasnya.

Adapun sistemnya, kata Frengky, investasi misalnya 1.000 Dollar, dia punya kurs dollar itu Rp 16 ribu, itupun kalau dibeli. Jadi, Rp 16 ribu kemudian dari 1.000 dollar itu dalam 3 tahun menjadi 3.000 Dollar.

“Setiap hari, setiap detik, dia terus menghasilkan dari 1.000 Dollar itu. Kalau saya pribadi, kerugian sekitar 200 juta. Tapi, ada teman-teman juga menjadi saksi dan korban. Dilaporan saya itu, total seluruh mungkin mencapai Rp10 miliar lebih,” pungkasnya.

Laporan tersebut saat ini diketahui ditangani oleh penyidik Subdit V Cybercrime Ditreskrimsus Polda Sulsel. Namun laporan korban sejak tahun lalu itu, belum ada perkembangan dari penyidik yang menanganinya.

Sementara, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel, AKBP Ridwan Hutagaol yang menindaklanjuti kasus ini mengatakan, berkas perkaranya sudah tahap satu. Namun, belum lama ini dikembalikan oleh kejaksaan karena belum lengkap.

“Jadi untuk perkara itu, berkas perkara sudah kita sudah tahap satukan. Baru 3 hari kemarin, kita mendapat P-19, di mana harus kita lengkapi,” ujarnya.

Penulis: Rzl